Minggu, 18 Desember 2011

Analisis Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

1.      Konsep Dasar Hutan Tanaman Rakyat

Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 bab 1 pasal 1 bahwa Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutan/kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan. Pengalaman yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan dalam mengelola hutan produksi (alam dan tanaman), hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat memberikan dasar-dasar pertimbangan teknis, manajemen,
kelembagaan dan pembiayaan yang bermanfaat untuk memperkuat kelembagaan HTR.  Secara teknis dan manajemen, program HTR dapat merupakan upaya kelembagaan kehutanan dalam menata kembali konsep kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang dimulai dari bawah dengan luasan sempit. Beberapa aspek penting yang harus dilakukan penataannya adalah : (a) aspek teknologi pengelolaan HTR yang tepat guna, (b) jaminan keamanan dan ketersediaan lahan, (c) jaminan pasar/industri pengguna hasil HTR, (d) adanya kelembagaan petani (inti) dan kelembagaan penunjang yang kuat dan (e) adanya skim pembiayaan konvensional (bersumber dari dana DR) dan pembiayaan alternatif dari sektor/lembaga lain memerlukan dukungan konsep HTR yang operasional dan mudah digunakan oleh masyarakat (Hakim 2009).
Konsep pemberian akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam pembangunan hutan tanaman, disusun dari proses pembelajaran Departemen Kehutanan atas program maupun proyek Pemberdayaan Masyakat yang selama ini ada, misalnya program Bina Desa, program kemitraan seperti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)/Mengelola Hutan Bersama Masyarakat (MHBM)/Hutan Rakyat Pola Kemitraan (HRPK) oleh HPH/IUPHHK-HA/HT, proyek-proyek kerjasama teknik luar negeri seperti Social Forestry Dephut-GTZ di Sanggau Kalimantan Barat, Multistakeholders Forestry Programme Dephut-DFID dan beberapa proyek pemberdayaan masyarakat yang ada di Departemen Kehutanan. Hasil pembelajaran tersebut memberikan kerangka filosofis atas pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk mengatasi kemiskinan melalui pemberian akses yang lebih luas ke hukum (legalitas), ke lembaga keuangan dan ke pasar (Emila & Suwito 2007).
Jadi pembangunan HTR adalah program pemeritah untuk meningkatkan produksi sumber daya hutan khususnya pada hutan produksi dimana masyarakat sekitar hutan diberikan akses untuk mengola hutan. Program ini hanya pada hutan produksi dikarenakan HTR lebih menekankan pada pemanfaatan Hasil Hutan Kayu mengingat semakin menurunnya hutan alam untuk memasok kebutuhan bahan baku untuk pengolahaan kayu.

2.      Tujuan, Manfaat, dan Fungsi Hutan Tanaman Rakyat

Hutan tanaman telah dijadikan cara untuk menghasilkan kayu bulat
sekaligus mengurangi deforestrasi. Pengembangan hutan tanaman di Indonesia pada awalnya merupakan bagian kegiatan penghijauan dan rehabilitasi dengan tujuan utama memperbaiki keadaan areal kritis dalam daerah-daerah sumber air, serta menggunakan jenis cepat tumbuh seperti kalianda (Caliandra spp.), sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalyptus deglupta; E.uropylla), akasia (Acacia spp), dan lainnya. Seiring dengan semakin menurunnya kemampuan hutan alam untuk memasok kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan kayu, maka pembangunan hutan tanaman semakin tumbuh dan berkembang (Emila & Suwito, 2007).
Hutan Tanaman Rakyat merupakan bentuk kebijakan operasional dari revitalisasi industri kehutanan. HTR dimaksudkan untuk menambah sumber pemasok bahan baku kayu bagi industri kehutanan. Selain itu HTR juga ditujukan sebagai upaya pembangunan kehutanan yang berpihak pada masyarakat, dengan memberikan peluang usaha dan bekerja sebagai pengelola sumber daya hutan (Emila & Suwito 2007) sehingga HTR bisa memberi manfaat untuk menunjang kebutuhan supply bahan baku industri hasil hutan.
Selain itu, tujuan HTR itu juga adalah untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat pedesaan khususnya pada masyarakat sekitar hutan.

3.      Konteks Sosial dan Budaya Hutan Tanaman Rakyat

Program Hutan Tanaman Rakyat atau HTR akan menimbulkan banyak potensi konflik dalam masyarakat terutama dalam hal tanggungjawab dalam pengelolaan HTR dimana diperlukan kerja sama antar individu dalam sebuah kelompok. Perlunya pengetahuan masyarakat dalam hal mengelola hutan dengan menerapkan teknik silvikultur perlu di perhatikan dengan melakukan sosialisasi.
Menurut Setiasih (2008), budaya calon petani HTR pada kegiatan budidaya tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain juga diperlukan dalam perencanaan HTR. Demikian pula jenis mata pencaharian dan dan kebiasaan kerja masyarakat. Selain itu, ia juga meyatakan bahwa ketersediaan sarana angkutan dan pehubungan akan menurunkan biaya angkut, menaikkan intensitas perdagangan di dalam atau keluar dari wilayah tersebut sehingga dapat memperluas pasar internal dan eksternal serta perekonomian masyarakat menjadi maju. Selain itu ketersedian sarana dan prasarana jalan dan transportasi juga membuka peluang bagi petani HTR untk meningkatkan keseehjateraannya sendiri dengan cara memasarkan sendiri hasil HTRnya agar memperoleh harga jual yang wajar.

4.      Potensi Keberhasilan Hutan Tanaman Rakyat

Pembangunan HTR dalam jangka panjang secara konsisten, komprehensif, kordinatif, dan kredibel akan membentuk struktur baru perekonomian nasional berdaya saing tinggi yang berbasiskan sumberdaya alam terbaharui, keunggulan lokal dan tahan terhadap perubahan eksternal seperti krisis moneter atau ekonomi. Dengan proyeksi 5,4 juta hektar alokasi lahan untuk HTR 2007-2010 dengan luas areal rata-rata garapan per kepala keluarga (KK) petani 15 hektar, maka jumlah KK yang akan terlibat dalam dalam pembangunan HTR sebanyak 360.000 KK. Dari segi kebutuhan anggaran dengan luasan total 5,4 juta hektar dibutuhkan anggaran sebesar 43,2 trilyun rupiah (Hakim, 2009).
Dengan anggaran yang cukup besar membuka peluang bagi orang-orang tertentu untuk bermain curang, sehingga potensi keberhasilan HTR sangatlah kecil. Selain itu, keberhasilan HTR sangat ditentukan oleh peran pemerintah dan masyarakat, dimana pemerintah sebagai fasilitaor dan masyarakat sebagai pelaku utama.

5.      Rekomendasi

Disarankan agar perizinan HTR harus lebih di sederhanakan mengingat perizinan administrasinya masih sangat rumit. Selain itu, pembangunan hutan berbasis masyarakat sebaiknya diprogramkan oleh tiap pemerintah daerah sebab masalah kehuatanan disetiap daerah di Indonesia memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes